ISLAM DAN POLITIK DI INDONESIA

Oleh: Ah. Jubaedi, S.Pd.I
Guru Mata Pelajaran: SKI MAN 5 Tangerang

Abstrak :

Artikel ini akan mendiskusikan secara singkat beberapa
problematika seputar hubungan antara Islam dan politik di
era kontemporer. Argumen yang hendak disampaikan bahwa
fenomena Islam politik memang sesuatu yang inheren dalam
sejarah Islam itu sendiri, tetapi pada periode kontemporer
ini menjadi sangat krusial dengan skala yang semakin
global mengikuti perubahan-perubahan politik dan ekonomi.
Dengan berbasis kajian pustaka, artikel ini akan dimulai
dengan pembahasan tentang apa pengertian ‘kontemporer’ itu
sendiri dalam diskusi tentang Islam dan politik. Kemudian
dilanjutkan dengan penggambaran tentang perubahan-
perubahan politik global, apa itu islamisme dan bagaimana
praktiknya di Indonesia. Pada bagian akhir akan meninjau
beberapa kemungkinan dan peluang dalam permasalahan Islam
dan politik, khususnya dalam konteks demokrasi di
Indonesia.

Dalam beberapa hari terakhir kehidupan rakyat Indonesia tertuju pada sebuah peristiwa
yang membuat semua pemikiran mulai begeser dari hal besifat ideologis masuk pada
pemikiran yang bersifat pragmatis, keputusan para elite politik sangatlah tidak etis dalam
persfektif demokrasi, tak lain adalah dimana rakyat Indonesia disuguhkan dengan berbagai
tayangan yang mencerabut hak-hak Demokrasi, namun terlepas dari hal tersebt maka dalam
menyikapi Pemilu 2024, politik Islam di Indonesia perlu memainkan peran yang konstruktif
dan mendukung proses demokrasi. Penting untuk memastikan bahwa pemilu berlangsung
dengan integritas dan memberikan hasil yang mencerminkan keinginan masyarakat. Ini
adalah bagian integral dari proses politik yang berlandaskan Islam dalam kerangka
demokrasi Indonesia.
Politik (siyasah), sebenarnya, bukanlah hal baru yang muncul baru-baru ini.
Melainkan politik (siyasah) merupakan hal yang sudah ada sejak zaman nabi.
Pasalnya, pada waktu itu Rasulullah SAW. Memimpin, mengatur dan memerintah
sebuah umat. Sedangkan kegiatan memimpin, memerintah atau mengatur manusia

itu adalah politik (siyasah), agar kemudian yang dipimpinnya semakin dekat dengan
kebaikan.
Perjumpaan antara Islam dan modernitas yang berasosiasi dengan Barat
menghasilkan paling tidak tiga tanggapan: reformisme, sekularisme dan Islamisme.
Kalangan reformis berpandangan bahwa umat Islam bisa mengambil beberapa hal
positif dari pencapaian pemikiran Barat untuk diadaptasi demi kemajuan Islam.
Kalangan sekular menilai bahwa apa yang dicapai oleh Barat melalui sekularismenya
(memisahkan antara agama dan politik) adalah jalan terbaik yang juga bisa
ditempuh oleh umat Islam. Kalangan Islamis berpendapat bahwa Islam mempunyai
sistem yang telah lengkap dan final sehingga apa yang datang dari Barat adalah
thagut yang mesti ditolak. Tulisan ini akan membahas lebih lanjut kalangan ketiga
ini. Islamisme adalah istilah yang sering diasosiasikan dengan sistem pemikiran atau
ideologi yang memahami Islam tidak hanya sebagai agama tetapi juga hendak
menjadikannya dasar negara (al-Din wa al-Daulah).
Meskipun beberapa pengamat menunjuk adanya doktrin tekstual dalam Islam yang
cenderung mendorong penganutnya untuk terlibat dengan Islamisme, sulit untuk
menyangkal kenyataan bahwa ide itu sendiri dikemukakan dalam lanskap politik
sekuler. Nanti akan diperlihatkan bahwa persoalan Islamisme adalah persoalan
modern. Dengan kata lain, ide dasar Islamisme bukan usaha untuk menghidupkan
kembali mimpi Abad Pertengahan di Abad Modern, melainkan bagian dari
paradoksyang dihasilkan oleh janji kemoderenan itu sendiri.
Di Indonesia, seperti juga di tempat lain, Islamisme adalah bagian dari perubahan
sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas. Meskipun di Indonesia istilah Islamisme
digunakan secara luas terutama setelah jatuhnya rezim Orde Baru, akar-akar
gerakan ini terlah hadir sejak periode-periode awal sejarah Indonesia modern.
Berangkat dari titik pandang itu kita akan melihat perkembangan gerakan-gerakan
tersebut sampai pada tahap dan bentuk yang sekarang. Oleh karena itu, penting
untuk tidak melihat Islamisme sebagai fenomena yang melekat pada isu terorisme.
Istilah ‘Islamisme’ pertama kali dikemukakan oleh seorang filsuf Prancis terkemuka,
Voltaire, sebagai pengganti kata mahometisme yang Islam Indonesia mendapat
apresiasi luas dari para pengamat karena dianggap mempunyai karakter yang
berbeda dengan Islam Arab. Islam Indonesia digambarkan cukup toleran terhadap
kelompok agama lain, sementara Islam Arab sebaliknya. Di atas semuanya, Islam
Indonesia dinilai mampu beradaptasi dengan kemoderenan, termasuk demokrasi
dan hak asasi manusia.
Oleh karena itu, ketika gerakan-gerakan Islam radikal muncul segera setelah Orde
Baru jatuh pada 1998, apresiasi terhadap Islam Indonesia tersebut pelan-pelan
sirna. Para pengamat yang bertolak dari perspektif studi keamanan melihat
Indonesia sebagai arena baru terorisme baik yang berskala regional maupuninternasional, seperti jaringan Jamaah Islamiyah (JI) yang mempunyai hubungandengan al-Qaida.8 Ini semakin menguat pascatragedi WTC 2001 dan dalam konteksIndonesia, Bom Bali 2002. Sejak itu kajian terhadap Islam Indonesia tidak lengkaprasanya kalau tidak dikaitkan dengan isu radikalisme agama.

Written by 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *