AL-HAJJ AYAT 46
PERSPEKTIF AL-GHAZALI
Hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah diberkahi dengan kelebihan yang melebihi ciptaan-Nya yang lain. Al-Ghazali menyatakan bahwa manusia terdiri dari dimensi fisik biologis dan dimensi jiwa ruhaniyah. Tubuh manusia berfungsi sebagai perangkat keras yang mengantarkan pengalaman indrawi kepada jiwa manusia. Sebagai contoh, rasa cinta yang dirasakan seseorang terhadap pasangannya memerlukan perantaraan lisan dan sentuhan sebagai ungkapan kasih sayang.
Tubuh manusia dapat diibaratkan sebagai perangkat keras dalam komputer, sementara jiwa adalah perangkat lunaknya. Perangkat keras komputer tidak dapat beroperasi tanpa adanya perangkat lunak yang menjalankan sistemnya. Dalam konteks pengetahuan, akal adalah perangkat kerasnya, sedangkan hati adalah perangkat lunaknya. Meskipun konsep ini menciptakan perdebatan di antara filsuf, Al-Ghazali menekankan bahwa akal hanya dapat memproses pengetahuan fisik atau indrawi, sedangkan hati mampu mencerna pengetahuan non-indrawi.
Dalam perspektif Al-Ghazali, hati dianggap sebagai penguasa yang memimpin akal, jiwa, dan nafsu. Hal ini diperkuat dengan Ayat Al-Qur’an Surah Al-Hajj Ayat 46.
Allah berfirman :
اَفَلَمْ يَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَتَكُوْنَ لَهُمْ قُلُوْبٌ يَّعْقِلُوْنَ بِهَآ اَوْ اٰذَانٌ يَّسْمَعُوْنَ بِهَاۚ فَاِنَّهَا لَا تَعْمَى الْاَبْصَارُ وَلٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوْبُ الَّتِيْ فِى الصُّدُوْرِ
Artinya :
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.”
Ayat tersebut menunjukkan bahwa hati memiliki peran utama dalam memahami dan meresapi pengetahuan. Menurut Al-Tahir ‘Asyur, ayat tersebut menegaskan bahwa hati memiliki fungsi untuk berfikir, mendengar, dan melakukan observasi serta penelitian.
Terlepas dari pandangan filsafat, hadits dari Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa, dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
Artinya :“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Tubuh manusia terdapat sebongkah daging, yaitu hati. Jika hati baik, seluruh tubuh juga baik, dan sebaliknya. Hal ini menegaskan posisi utama hati dalam mempengaruhi kondisi fisik dan biologis manusia.
Dalam konteks pembelajaran, Al-Ghazali menyoroti pentingnya hati dan akal sebagai perangkat inti. Meskipun akal memproses pengetahuan, hati memiliki peran lebih luas, termasuk menganalisis, memproduksi, dan menyimpan kebenaran serta nilai-nilai ilmu pengetahuan. Dengan demikian, kemampuan manusia untuk berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking Skill (HOTS) lebih bergantung pada hati dari pada akal, karena hati memiliki peran yang lebih holistik dalam proses pemahaman dan pengembangan pengetahuan.

Gambar 1. Proses HOTS dengan Hati
Kemudian, apakah hati dan akal dapat bekerja bersama untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam? Bagaimana kita dapat mengoptimalkan peran hati dan akal dalam proses pembelajaran?
Sumber :
Muhammad al-Tahir ‘Asyur. (2000). al-Tahrir wa al-Tanwir, Jld. 26. Beirut: Muassasat al-Tarikh al-‘Arabiy
Fakhruddin al-Razi. (1981). Tafsir Fakhruddin. Beirut: Dar al-Fi
Al-Ghazali., Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad., Ihya’ ‘ulum al-din. (1996). 5 vols. Beirut: Daral-Kutub al-‘Ilmiyya
Ismail, N. H. B., Makhsin, M. B., Rofie, M. K. B. H., & Omar, S. (2021). Higher order thinking skills (HOTS): An analysis based on Surah Al-Hajj verse 46. Journal of Language and Linguistic Studies, 17(1), 471-480.