Kurikulum Merdeka: Sebuah Langkah Menuju Pendidikan yang Inklusif

Heni Setiana

Istilah pendidikan inklusi merupakan istilah yang digaungkan oleh UNESCO berasal dari kata education for all yang artinya pendidikan yang ramah untuk semua, dengan pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang. Mereka semua memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan. Kesempatan tersebut tidak dibatasi oleh keberagaman karakteristik individu secara fisik, mental, emosional, dan bahkan status sosial ekonomi (At-Taubany, Titik, & Triworo, 2022). Pendidikan inklusi pada dasarnya adalah proses untuk membuat semua peserta didik, termasuk di dalamnya kelompok yang tereksklusi, dapat belajar dan berpartisipasi secara efektif dalam sekolah mainstream tanpa ada yang terluka dan terdiskriminasi. Dengan demikian pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan tidak hanya anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus atau keluarbiasaan tetapi juga terintegrasikan bersama anak-anak normal pada umumnya (Nurfadillah, 2021).

Menurut Booth T, Ainscow M, & Kingston D (2006) inklusi meminimalkan semua hambatan dalam perbedaan dan persamaan pada anak-anak dan remaja dengan menghargai perbedaan diantara orang-orang, menghindari penempatan nilai yang lebih tinggi pada beberapa anak-anak karena kemajuan mereka dalam perkembangan fisik dan pencapaian, mengakui bahwa anak-anak berbeda satu sama lain tidak berarti mereka semua harus terlibat dalam tugas individu tetapi memahami cara-cara beragam di antara mereka melalui pengalaman bersama. Menurut Abdul Salim Choiri (dalam Nurfadillah, 2021) ada beberapa prinsip pendidikan inklusi, yaitu setiap anak berhak memperoleh pendidikan dasar yang lebih baik, setiap anak berhak memperoleh layanan pendidikan pada sekolah-sekolah di sekitarnya, setiap anak memiliki potensi, bakat, dan irama perkembangannya masing-masing, pendekatan pembelajaran bersifat fleksibel, kooperatif, dan berdayaguna, serta sekolah adalah bagian integral dari masyarakat (Nurfadillah, 2021).

Kurikulum Merdeka memiliki potensi besar untuk mendukung pendidikan yang lebih inklusif karena sejalan dengan filosofi pendidikan Nasional Indonesia yang tidak membatasi akses peserta didik kependidikan hanya karena perbedaan. Kurikulum Merdeka adalah salah satu inovasi terbaru dalam dunia pendidikan Indonesia yang bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Kurikulum Merdeka dikenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset. dan Teknologi yang menitikberatkan pada fleksibilitas, kreativitas, dan sesuai kebutuhan individual siswa untuk mendukung perkembangan minat dan bakat siswa. Kurikulum Merdeka didesain dengan landasan bahwa setiap anak bersifat unik, tidak ada dua anak yang sama sekalipun kembar siam. Setiap anak terlahir dengan potensi yang berbeda-beda; memiliki kelebihan, bakat dan minat sendiri (At-Taubany, Titik, & Triworo, 2022).

Oleh karena itu, dalam penerapan kurikulum ini, siswa diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka dengan fokus utama pembelajaran yang berpusat pada siswa, penerapan pembelajaran proyek, penilaian berbasis kompetensi. Diperlukan pendidik yang memiliki kompetensi yang memadai dalam menjalankan fungsinya. Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru harus selalu dilakukan agar menjadi guru profesional melalui pelatihan-pelatihan. Guru profesional diharapkan mampu meningkatkan kemampuan siswa dan memberikan pendidikan yang berkualitas bagi siswa. Menurut Jariyah 2016 (dalam Dilfa et al., 2023) pentinya peningkatan kompetensi guru harus menjadi prioritas dalam memperbaiki sistem pendidikan dan mampu memberikan jawaban kepada siswa terkait perkembangan dan tantangan zaman sekarang.

Kurikulum Merdeka lebih mengedepankan pembelajaran yang lebih fleksibel dan berorientasi pada siswa, sehingga guru tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber ilmu, melainkan fasilitator yang membimbing siswa untuk belajar secara mandiri dan kolaboratif. Untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih mendalam, siswa diajak untuk mengerjakan proyek-proyek yang berkaitan dengan isu nyata di masyarakat. Ini bertujuan agar mereka dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan di kelas ke dalam konteks dunia nyata, serta mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan problem solving. Penilaian tidak lagi hanya bergantung pada nilai ujian atau hasil akhir, melainkan juga fokus pada proses dan perkembangan kompetensi siswa untuk belajar dan berkembang sesuai dengan ritme masing-masing.

Pengembangan kurikulum adalah untuk memastikan bahwa kurikulum yang ada dapat memenuhi kebutuhan siswa dan masyarakkat. Kurikulum dirancang dengan memperhatikan kebutuhan siswa dan masyarakat sehingga dapat memberikan hasil yang sesuai dengan harapan. Pengembangan Kurikulum Merdeka dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan siswa yang berbeda-beda tergantung pada karakteristik individu, seperti bakat, minat, dan kemampuan siswa. Kurikulum yang baik dan terintegrasi dengan baik akan membantu guru dalam mengatur proses pembelajaran. Dengan demikian, pengembangan kurikulum dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan efisien sesuai kebutuhan siswa (Sulaiman et al, 2023).

Beberapa aspek penting yang mendukung inklusivitas dalam Kurikulum Merdeka, yaitu fleksibilitas pembelajaran, penghapusan sekat kelas yang kaku, dan pengembangan karakter serta keterampilan hidup. Kurikulum Merdeka dan pendidikan inklusi memiliki konsep fleksibilitas di mana, yaitu kurikulum ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan siswa. Begitu pula pada pendidikan inklusi di mana siswa dengan kebutuhan khusus membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam proses pembelajaran. Hal ini menciptakan peluang bagi siswa dan guru untuk memperluas wawasan dan keterampilan dalam proses pembelajaran. Penilaian yang digunakanpun tidak hanya ujian tertulis dan tes standar, melainkan meliputi penilaian holistik, yaitu portopolio, presentasi, proyek, dan aktivitas yang mencerminkan prestasi serta perkembangan siswa secara menyeluruh selama proses pembelajaran.

Menurut Budiana (2022) Kurikulum Merdeka mendorong penggunaan metode pembelajaran yang inovatif dan beragam, seperti pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kolaboratif, dan quantum learning. Penggunaan metode ini memungkinkan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, dan bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode ini membuat siswa berkolaborasi tanpa memandang latar belakang. Hal ini dapat menjadi langkah menghilangkan batasan sekat kelas karena perbedaan. Kurikulum Merdeka juga memberikan perhatian pada pengembangan soft skills seperti empati, kerja sama, dan kemampuan komunikasi. Hal ini sangat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang saling menghargai dan inklusif bagi semua siswa.

Perubahan kurikulum mengikuti arah perkembangan teknologi serta kebutuhan dasar yang diinginkan dari kurikulum tersebu. Keberadaan Kurikulum Merdeka menjadi harapan baru untuk guru dan siswa dalam memberikan ruang yang lebih banyak untuk aktualisasi diri (Warsihna et al,. 2023). Kurikulum Merdeka merupakan langkah penting dalam upaya menciptakan sistem pendidikan yang mengedepankankan prinsip inklusif, mempertimbangkan berbagai aspek seperti budaya dan agama siswa, mengintegrasikan teknologi, serta melibatkan seluruh stakeholder. Dengan memberikan kebebasan bagi guru dan siswa untuk menyesuaikan metode belajar, kurikulum ini memungkinkan terjadinya pembelajaran yang lebih relevan dan bermakna bagi semua kalangan. Namun, agar keberhasilan Kurikulum Merdeka dapat dirasakan secara merata, dukungan infrastruktur, pelatihan guru, dan kebijakan yang berkelanjutan sangat dibutuhkan (Sucipto, et al,. 2024).

Daftar Pustaka

Nurfadhillah, Septy. (2021). Pendidikan Inklusi SD. Jawa Barat: CV Jejak.

Dilfa, Akrizka Hairi et al, (2023). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum Merdeka. Malang: PT. Literasi Nusantara Abadi Group.

Warsihna, J., et al,. (2023). Tantangan dan Strategi Implementasi Kurikulum Merdeka pada Jenjang SD: Sebuah Temuan Multi-Perspektif. Jurnal Teknologi Pendidikan. 11 (01) jurnalkwangsan.kemdikbud.go.id/index.php/jurnalkwangsan/article/view/1172/pdf

Sucipto, Muhammad, S., Yuyun, E. P., & Lina, N., (2024). Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka  di Sekolah Dasar: Systematic Literature Riview. Jurnal Ilmiah Kependidikan. 12 (1) diakses pada jurnal.uns.ac.id/jkc/article/view/84353/44548

Written by 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *