Pembelajar Sepanjang Hayat melalui Pembelajaran Bermakna dalam Kurikulum Merdeka

Oleh Heni Setiana

If we teach today’s students as we taught yesterday’s, we rob them of tomorrow

Jhon Dewey

Penggalan kalimat di atas memiliki arti, apabila kita mengajar para peserta didik seperti kita diajarkan di masa lalu maka kita sudah merampas masa depan mereka. Kehidupan sosial merupakan kehidupan yang berjalan secara dinamis (selalu bergerak), hal tersebut terjadi karena manusia selalu berusaha berinovasi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Begitu pula dengan kurikulum pendidikan. Sejak tahun 1947, Indonesia telah melakukan perubahan kurikulum sebanyak 12 kali. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan jawaban zaman yang diperlukan peserta didik dalam menjalahi kehidupannya sesuai dengan zamannya.

Landasan filosofi kurikulum merdeka, tertuang pada pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang berlandaskan pada pendidikan sebagai tuntunan, kodrat alam dan kodrat zaman, berpihak pada anak, bukan tabula rasa, budi pekerti, dan petani. Landasan filosofi pendidikan dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara terpadat tiga kerangka perubahan, yaitu kodrat keadaan, kodrat perubahan, dan budi pekerti. Perubahan kurikulum perlu melihat kodrat keadaan yang terbagi menjadi kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam terkait dengan alam tempat masyarakat berada, bisa dengan alam pertanian, pegunungan, atau perkotaan. Sedangkan kodrat zaman adalah adanya keadaan yang memiliki tantangannya masing-masing, seperti saat ini revolusi 4.0 ditandai dengan teknologi mejadi keutamaan akses yang digunakan. Menurut Ki Hadjar Dewantara, dalam melakukan perubahan kurikulum perlu berakar pada identitas dari suatu masyarakat agar mampu memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dan menghargai keragaman.

Perubahan kurikulum juga perlu mempertimbangkan unsur budi pekerti. Budi di sini memiliki arti cipta (pikiran), rasa (perasaan), dan karsa (kemauan) sedangkan pekerti memiliki arti tenaga (raga). Keseimbangan komponen budi pekerti perlu diolah sedemikian rupa agar menciptakan keseimbangan dan menjadi kesempurnaan manusia serta membawa pada kebijaksanaan. Proses ini diperlukan berjalan beriringan untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak sesuai minat bakat. Pendidikan lima olah menurut Ki Hadjar Dewantara (olah pikir, olah hati, olah rasa, olah karsa, dan olah raga) yang menjadi landasan lahirnya kurikulum merdeka di mana kurikulum akan memfasilitasi peserta didik untuk belajar bermakna dan beragam (diferensiasi) sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kemampuan masing-masing peserta didik,

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 dinyatakan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan tersebut kemudian diejawantahkan dalam bentuk perilaku yang lebih terukur, yaitu dalam Profil Pelajar Pancasila dengan pendekatan project based learning (PBL). Dimensi Profil Pelajar Pancasila terdiri dari:

  1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan berakhlak mulia;
  2. Mandiri;
  3. Bergotong-royong;
  4. Berkebinekaan global;
  5. Bernalar kritis; dan
  6. Kreatif.

Keenam dimensi Profil Pelajar Pancasila perlu dilihat secara utuh sebagai satu kesatuan agar setiap individu dapat menjadi pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.

“… Kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu ‘dipelopori’, atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri… “ Ki Hadjar Dewantara (1936 – 1937)

Setiap anak memiliki potensi, bakat, dan karakteristik yang dikembangkan sesuai tuntunan zaman. Pembelajaran tidak lagi terjadi satu arah melainkan dua arah antara pendidik dengan peserta didik, selain menjadi fasilitator (guru dan orang tua) perlu memberikan teladan, contoh, dan nasihat. Diperlukan pula, fasilitator (guru dan orang tua) mampu mempersiapkan karakteristik lingkungan yang dibutuhkan anak agar pembelajaran menjadi menarik dan bermakna. Pembelajaran bermakna adalah sebuah pendekatan dalam merancang proses pembelajaran yang menekankan signifikasi dan relevansi materi pembelajaran bagi kehidupan nyata peserta didik. Pada menggunakan pendekatan pembelajaran bermakna, materi pembelajaran tersusun agar peserta didik dapat memahami dan mengatikan dengan konteks kehidupan mereka sehingga proses pembelajaran menjadi lebih berarti dan menginsipirasi.

Pembelajaran yang bermakna membutuhkan proses belajar yang berpusat pada peserta didik. Penulisan struktur capaian pembelajaran (CP) tidak berdasarkan domain-domain pemahaman, sikap/disposisi, dan keterampilan, melainkan berbasis pada kompetensi dan/atau konsep yang esensial dari setiap mata pelajaran. Kurikulum merdeka dengan konsep materi esensial dalam kurikulum merdeka yaitu mempelajari materi pelajaran dengan lebih leluasa, tidak terburu-buru sehingga peserta didik dapat belajar secara mendalam,  mengeksplorasi suatu konsep, melihatnya dari perspektif yang berbeda, melihat keterkaitan antara konsep satu dengan konsep yang lain, mengaplikasikan konsep yang baru dipelajari disituasi yang berbeda dan situasi nyata, sekaligus merefleksikan pemahammnya tentang konsep tersebut.

Tujuan dari perumusan kompetensi sebuah mata pelajaran agar peserta didik memiliki bekal menjadi pembelajar sepanjang hayat dan meningkatkan well-being, bukan menjadi pakar di berbagai bidang. Pada kompetensi terkait mata pelajaran PJOK misalnya, fokusnya bukan pada kompetensi agar peserta didik menjadi atlate, melainkan supaya peserta didik dapat mengambil keputusan untuk hidup sehat dan salah satu caranya adalah mengeksplorasi beragam olahraga. Begitu pula dalam mata pelajaran matematika, tujuannya bukan agar peserta didik dapat menghafal rumus, dan menyelesaikan permasalahan matematika di atas kertas, namun agar memiliki keterampilan berpikir dan menggunakan pengetahuan matematikanya untuk pemecahan masalah di kehidupan sehari-hari. Pendekatan pembelajaran bermakna, diperlukan untuk memberikan keterkaitan antara materi secara teori dengan implementasi dalam kehidupan sehari-hari akan menjadi bekal peserta didik menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Referensi:

Ambarita, Jenri., Simanulung, Pitri Solida. 2023. Pengantar Pembelajaran Berdiferensiasi. Jawa Barat: Adab.

Samho, Bartolomeus. 2013. Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Sleman: PT Kanisius.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. 2024. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024 Tentang Kurikulum Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, Dan Jenjang Pendidikan Menengah. Diakses padahttps://kurikulum.kemdikbud.go.id/file/1711507788_manage_file.pdf tanggal 30 Juni 2024.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. 2021. Panduan Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA). Diakses pada https://ditpsd.kemdikbud.go.id/upload/filemanager/download/2022/Versi%20Print_Panduan%20Pengembangan%20Projek%20Penguatan%20Profil%20Pelajar%20Pancasila_compressed.pdf tanggal 30 Juni 2024.

Written by